livres; tokyo dan perayaan kesedihan
“Meski dapat disudahi, hidup ini juga berhak dijalani.”
Begitulah pesan yang ada dibuku Tokyo Dan Perayaan Kesedihan ini, karya terbaru dari salah satu penulis kesukaanku, Ruth Priscillia. Mungkin akan cocok kalian baca untuk mengisi waktu luang dan mengenal lebih dekat tentang apa itu kesedihan.
Kapasitas seseorang dalam menerima dan mengatasi kesedihan berbeda-beda. Kesedihan yang bisa muncul dari berbagai arah, kapan saja dan sering kali terlalu sulit untuk dijabarkan dan dipahami. Tapi keberadaanya nyata adanya, dan Shira si tokoh utama dalam buku ini memilih untuk merayakan kesedihannya di Jepang.
Pengangkatan cerita yang sederhana, tapi aku rasa semua orang setidaknya pernah mengalami ini di hidupnya. Berada dititik terendah, mempertanyakan eksistensinya, dan punya seribu macam pertanyaan yang susah ditemui jawabannya. Begitu pula Shira dan Joshua si musikus biola yang memiliki perasaan kesedihan, ketakutan dan penyesalannya masing-masing akan kehidupannya.
Tapi di antara singkatnya pertemuan mereka setelah insiden alot pertukaran Tolak Angin dan Tiket Resital Biola di Bandara. Setidaknya untuk saat itu, Shira merasa berhak untuk menjalani hidup dan Joshua tidak dikungkung rasa sesal lagi.
“Berarti masalahnya bukan pergi dari orang yang selalu ribut ini-itu, tapi gimana kamu dengar suaramu sendiri ditengah banyaknya suara
.
.
“tapi Shira, suara ngga akan berhenti dari kepalamu. Terkadang justru suara orang lain yang mengingatkan suara dirimu sendiri. Pilah satu-satu supaya tahu mana yang perlu kamu dengarkan.”
Selain cover yang cantik dan penulisannya yang mudah dipahami. Tambahan jepretan foto-foto perjalanan penulis di Jepang juga menjadikan buku ini semakin terasa mendetail, terima kasih kak Ruth!
Sesekali merayakan kesedihan itu ngga apa-apa kok. Apapun perasaanmu; senang atau sedih, itu semua valid dan akan tetap menjadi bagian dirimu. Alih-alih menyembunyikan semua perasaanmu, terkadang lebih baik untuk meneriakkanya dengan lantang.
“Jika kau masih hidup hari ini, jadilah hidup.”